Ketegangan meningkat pada 24 Februari 1966, ketika Tjakrabirawa menembaki demonstrasi mahasiswa di sekitar Istana Merdeka. Aksi itu menewaskan seorang siswi SMA dan mahasiswa Arif Rahman Hakim, yang kemudian dikenang sebagai martir gerakan mahasiswa anti-Soekarno.
Setelah Soekarno menandatangani Supersemar pada 11 Maret 1966, Mayor Jenderal Soeharto mengambil alih kendali keamanan. Pada 28 Maret 1966, pemerintah resmi membubarkan Tjakrabirawa. Aparat memburu, menangkap, dan menginterogasi anggotanya. Banyak di antara mereka mengalami penyiksaan hingga eksekusi.
Pengamanan presiden kemudian diambil alih Satgas Pomad Para sebelum Orde Baru membentuk Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang bertugas hingga kini.
Resimen Tjakrabirawa meninggalkan warisan sejarah yang pahit. Dari pasukan elit kebanggaan Soekarno, mereka berakhir sebagai satuan yang dibubarkan dengan stigma pemberontakan. Kisah ini menjadi pelajaran tentang kesetiaan, politik, dan tragedi dalam perjalanan bangsa. (*)